Tidak kusangka bulan
yang penuh berkah telah tiba. Sahutan sahur..sahur..sahur telah kembali
bergema. Sebelum kementerian agama sempat mengumumkan jatuhnya awal Ramadhan
pada tanggal 21 Juli kemarin, 3 hari 3
malam sebelum itu, aku terus berfikir dan bertanya pada hati ini. Pantaskah
aku? Pantaskah aku? Pantaskah aku? Segala dosa telah banyak ku lakukan, segala
khilaf memang telah banyak bersandar. Bahkan jika menghitung seberapa luas
lautan di bumi tercinta, maka aku akan lansung bertanya, “berapa luas dosa yang
telah aku lakukan?”
Tetesan air mata terus
membasahi luka pedih ini, aku sangat ingin lepas dari cucian otak Syetan.
Mungkin, sekalian bertanya, dosa apa yang telah aku lakukan, hingga tak pantas
menerima segala keberkahan ini. Aku memang bukanlah seorang pembunuh, pencuri
atau hal dosa besar lainnya. Aku hanyalah manusia biasa yang selalu khilaf akan
dosa. Kini aku memang bukanlah seorang siswa, murid yang duduk di bangku
sekolah, setelah kemarin aku berhasil menerima tulisan lulus dalam lembar
ijazah.
Akhirnya hari pertama Ramadhan datang, seperti
Ramadhan sebelumnya, aku dan sekeluarga serta teman-teman pergi ke Masjid. Yang
tak lain, yaitu untuk Salat Tarawih. Aku
seakan malu pada diri ini, mengunjungi rumah Allah yang agung, atas banyaknya
dosa yang telah hamba lakukan. Bahkan aku berfikir, betapa egoisnya hati ini,
yang datang ke rumah-NYA hanya pada bulan Ramadhan, yang pada bulan biasa hanya
duduk manis di depan televisi. Hal pertama yang saya lakukan adalah Salat Isya,
aku berusaha khusyuk, meski terasa banyak gangguan. Setelah selesai menjalankan
ibadah Allah, saya lanjutkan mendengar siraman rohani yang entah apa ia
jelaskan saat itu, karena pikiran ini hanya terpacu pada genggaman pilu.
Beberapa menit, sang
penceramah telah usai memberikan petuahnya, saya lanjutkan dengan ibadah Salat
Sunah Tarawih, saat itu hati ini terasa khusyuk, pikiran hanya atas nama Allah.
Sepanjang salat, perasaan ini tak dapat menahan deraian air mata yang terus
bercucuran. Hingga akhir salat, saat doa telah terpanjatkan, aku seakan
menangis merintih dalam hati dan jiwa, mengucapkan asma Allah. “Ya Allah, dosa
ini memang telah banyak pada diri hamba, hamba memang tak pantas meminta sesuatu
padaMu, tapi hamba meminta biarkah hamba menghabiskan hidup ini pada kebaikan,
memberikan kebanggaan kepada kedua orang tua” amin. 3 hari 3 malam hamba hanya meminta hal tersebut, memohon akan
nikmatNya dari setiap alunan doa yang kian merdu. Kini aku hanya berharap bahwa
aku masih akan berjumpa pada Bulan Ramadhan yang suci ini tahun depan.